Perbaikan Jembatan Gunung Nago di Atas Risiko: Pekerja Tanpa Pelindung, Plang Kegiatan Gaib, PU Kota Padang Bungkam

PADANG - 17 APRIL 2025 - Di tengah riuhnya apresiasi warga Padang atas perbaikan Jembatan Gunung Nago yang vital, terselip ironi yang menganga. Jembatan penghubung penting di Lambung Bukit, Pauh ini, yang menjadi urat nadi bagi warga menuju kampus Universitas Andalas dan karyawan PT. Semen Padang, kini tengah direhabilitasi. Namun, di balik papan pengumuman bertuliskan "Mohon Maaf" dan logo Dinas Kota Padang serta lambang PU, tersembunyi cerita memilukan tentang keselamatan pekerja yang terabaikan dan dugaan kelalaian pihak pengawas.

Dahulu, sebelum jembatan alternatif lain berdiri, Jembatan Gunung Nago adalah satu-satunya harapan bagi warga Belimbing, Gunung Sarik, dan Kampung Pinang untuk mencapai Pasar Baru, kampus Unand, dan kawasan Indarung. Tak heran, perbaikan jembatan ini disambut gembira. Apresiasi pun mengalir deras kepada Walikota Fadly Amran dan Wakil Walikota Maigus Nasir, di bawah kepemimpinan merekalah proyek ini akhirnya terealisasi.

Namun, kegembiraan itu tercoreng oleh pemandangan miris yang tertangkap mata awak media di lokasi proyek. Para pekerja yang berjibaku memperbaiki jembatan tampak rentan, tanpa perlindungan memadai. Helm keselamatan, kacamata pengaman, penutup telinga, masker, sepatu safety, sarung tangan, rompi keselamatan, sabuk pengaman, hingga full body suit dan face shield—APD yang seharusnya menjadi tameng utama bagi keselamatan mereka—justru absen.

Bayangkan saja, di ketinggian jembatan yang membentang di atas lembah, para pekerja berisiko tinggi tertimpa benda berat, terpapar debu konstruksi yang berbahaya, hingga tergelincir dan jatuh. Tanpa sepatu safety, bahkan sebagian kaki pekerja rawan tertusuk benda tajam atau terhimpit material berat. Tanpa helm, benturan sekecil apapun bisa berakibat fatal. Di tengah kebisingan alat berat, telinga mereka terancam kerusakan permanen tanpa earplug atau earmuff.

Aturan proyek konstruksi sudah jelas mengamanatkan pentingnya keselamatan pekerja. APD bukan sekadar formalitas, melainkan perisai pelindung yang wajib dikenakan secara konsisten. Memilih APD yang tepat, menggunakan masker standar FFP2, alat pelindung telinga yang sesuai, dan sepatu safety yang memenuhi standar keselamatan adalah keharusan, bukan pilihan.

Kejanggalan semakin terasa ketika awak media mencoba mencari tahu lebih dalam tentang proyek ini. Keberadaan logo Pemerintah Kota Padang dan logo PU di papan pengumuman mengindikasikan keterlibatan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Padang. Namun, ketika rasa penasaran mendorong untuk melakukan konfirmasi, jawaban yang didapat justru kebisuan.

Tri Hadiyanto, Kepala Dinas PUPR Kota Padang, memilih bungkam, seolah ada tabir rahasia yang enggan diungkap. Tak hanya sang kepala dinas, Insanul Riski, Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR Kota Padang, pun ikut membisu saat dihubungi. Kebisuan ini menimbulkan tanda tanya besar di benak para jurnalis dan warga setempat. Apakah proyek ini didanai melalui dana aspirasi (pokir) anggota Dewan Kota Padang atau murni inisiatif PUPR Kota Padang?

Seorang warga setempat, yang meminta namanya dirahasiakan, mengungkapkan keprihatinannya, "Kasihan kita sama pekerja yang tidak dilengkapi APD. Kalau sampai jatuh dari atas jembatan kan bahaya, apalagi sekarang sering hujan, meskipun cuma rintik." Nada kekhawatiran terpancar jelas dari ucapannya, "Mestinya pengawas kegiatan ini memikirkan keselamatan pekerja."

Kecurigaan warga semakin bertambah dengan tidak adanya "gaib" papan nama kegiatan di lokasi. Padahal, papan nama proyek adalah informasi krusial bagi publik. Ia berfungsi memberitahukan masyarakat tentang adanya kegiatan konstruksi, mengidentifikasi lokasi proyek, dan memenuhi kewajiban yang diatur dalam peraturan daerah. Bahkan untuk proyek swakelola pun, pemasangan papan nama proyek adalah sebuah keharusan.

Ketidaktransparanan ini menimbulkan spekulasi dan pertanyaan di benak masyarakat. Mengapa informasi mendasar seperti nama proyek, sumber dana, kontraktor (jika ada), dan perkiraan waktu pengerjaan disembunyikan? Apakah ada sesuatu yang disembunyikan di balik proyek perbaikan jembatan yang seharusnya membawa kebaikan ini?

Ketiadaan APD bagi para pekerja dan bungkamnya para petinggi Dinas PUPR Kota Padang memunculkan dugaan kuat adanya kelalaian dari pihak pengawas. Sebagai pihak yang bertanggung jawab atas proyek ini, Dinas PUPR seharusnya memastikan bahwa setiap aspek pekerjaan, termasuk keselamatan pekerja, terpenuhi sesuai standar. Namun, fakta di lapangan justru menunjukkan sebaliknya.

Kisah perbaikan Jembatan Gunung Nago ini menjadi ironi yang pahit. Di satu sisi, warga mengapresiasi upaya pemerintah dalam meningkatkan infrastruktur. Namun, di sisi lain, keselamatan para pekerja yang mempertaruhkan nyawa demi mewujudkan perbaikan ini justru diabaikan. Bungkamnya para pejabat terkait semakin menambah luka dalam narasi ini, menyisakan pertanyaan besar tentang akuntabilitas dan tanggung jawab pengawas proyek di Kota Padang. Jangan sampai, apresiasi terhadap jembatan yang berdiri kokoh harus dibayar dengan keselamatan dan nyawa para pekerja yang terlupakan. (Mon)

[blogger]

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.